Senin, 12 Maret 2018

Aku Punya Ragamu aku Punya Hatimu



Pedihmu kini pedihku jua, begitu pula dengan senyummu kini menjadi bahagiaku. Dua raga menjadi satu, satu jiwa untuk satu tujuan, tujuan menggapai kebahagiaan dunia akhirat atas ridho Ilahi sang Maha Tunggal. Sebagai makhluk yang lemah tanpa daya dan upaya, tentu tidak mampu berbuat sesuatu tanpa seizinNya. 
Bukan karena diri yang berlumur dosa ini yang menjadikan rasa cinta dan rindu hadir, tumbuh dan berkembang di dalam hati, bukan pula ia sosok wanita yang kini disandingkan dalam perjalanan hibupku. Tetapi semua atas kehendak dan ridhonya, Dia yang membuat rasa itu hadir, ada dan terus bersemayam di dalam hati ini. bersama kelemahan dan rendahnya seorang hamba, akan terus berbuat dan berdoa untuk segala capaian yang dilakukan.
Restu kedua orang tua menjadi pondasi dalam menyatukan niat suci ini, Seperti apa dan seberapa beratnya beban yang akan dan sedang menghampiri perjalanan hidup ini, semua akan ku terima dengan senang hati bersama kemampuan dan segala daya yang ada. Yakin dan teguh untuk setiap liku perjalanan hidup yang akan ditempuh bersama ikatan yang terucap dalam janji suci.
Beberapa bulan kita menjalani bahtera rumah tangga yang masih terhitung hari, ijab dan qobul yang seakan masih terngiang, namun telah berlalu 2 bulan lamanya. Badai kecil masih mengiringi kebersamaan kita, riak riak kecil sesekali menghembus dengan hempasan yang menggelitik menggoda, hingga pada akhirnya, ombak kecil tadi perlahan menggumpal hingga memberikan hempasan yang cukup dahsyat mencoba mengiringi perjalanan bahtera cinta kita.Dalam waktu 1 minggu, serangkaian pemeriksaan atas perut yang terasa sakit hingga tak bisa bergerak telah ditempuh, ternyata hasil memutuskan untuk operasi, harus segera, tidak bisa menunggu lagi, karena akan semakin bahaya. Seakan titik balik kembali dimulai, semakin legkap dan kompleks apa yang kita alami.  
dengan segala Lelah terbaring tak berdaya untuk berbuat banyak karena rasa nyeri yang harus tertahan, air mata sekalipun bagai tak kuasa menetes, telinga yang selalu mendengar rintihan yang terucap dari mulut akibat tubuh yang tak mendapati kenyamanan dalam pembaringan, semua bagai kata yang tak terucap, suara yang tak terdengar melihat yang tak tampak, tulisan yang tak terbaca, kata yang tak ter-eja karena menyaksikan sosok yang tersayang dalam keadaan lemah di ruang catleya no. 112 Rumah Sakit Bethesda. Tidak semua yang kau inginkan bisa kau dapatkan, tidak semua yang kau minta akan diberikan, semua serba ditangguhkan, semua harus tertahan mengingat keadaan tubuh yang masih belum mampu untuk menerima dan mendapatkan apa yang kau minta dan yang kau inginkan.
Menginap beberapa malam telah berlalu tanpa terasa, hingga semua keadaan semakin membaik. Bagaikan fajar yang hadir untuk mnyapu malam menggantikannya menjadi siang, hingga cahaya mentaripun terpancar menerangi bumi. Perlahan rasa sakit itu pergi, semburat senyum mulai tampak di celah bibirmu, hati ini pun mulai mendapati rasa tenang berselimut bahagia. Setiap kali pemeriksaan oleh dokter yang didampingi suster, hasilnya pun selalu positif, yang artinya semuanya terus membaik. Semangat untuk terus melakukan yang terbaik selalu terpancar, hingga akhirnya kami-pun diizinkan untuk meninggalkan rumah sakit setelah 5 hari lamanya sejak tanggal 18 Mei 2017 hingga 22 Mei 2017 menginap ditempat yang bagus namun tidak ada seorangpun yang menginginkan untuk menjadi penghuni kamar tersebut.
Kini ia hadir kembali dalam keseharian dengan penuh canda tawanya, semua telah kembali pulih seperti semula, seperti sebagaimana sebelumnya. Menghirup udara segar, dan menikmati kebebasan bersama. Semoga semuanya selalu dalam keadaan baik dan dalam lindungan serta ridhoNya.
Happy Anniversary istriku sayang





Sabtu, 15 April 2017

Satu (1)











Mencintaimu 1 keindahanku
Menyayangimu 1 kebahagiaanku
Bersamamu 1 impianku
Mengenangmu 1 rinduku
Menyakitimu bukanlah sifatku
Membahagiakanmu adalah cita-citaku
Melindungimu 1 keharusanku
Karena
Antara kamu dan aku
Adalah 1
1 jiwa
1 rasa
1 langkah menuju yang 1 untuk selamanya selalu bersama

Rabu, 12 April 2017

Anniversary 1 Bulan Teruntuk Istriku

Bersama kedua Orang Tuaku serta keluarga besarku mengantarkan langkahku untuk mengucapkan kalimat sakral yang 1X (satu kali) seumur hidup.Tepat di tanggal ini, sebulan yang lalu, 12 Maret 2017 di Desa Kertabasuki, Kecamatan Maja, Kabupaten Majalengka, dirumahnya. Janji suciku terbingkai nuansa yang begitu sakral dalam hiringan doa dari keluarga besar kami berdua, tetangga, teman serta seluruh tamu undangan yang hadir saat itu. Akad nikah pagi itu begitu indah dan mengharukan serta membuatku melangkah penuh dengan kepastian serta tanggung jawab baru yang kumiliki.
Dia adalah wanita yang terpilih oleh hati ini dengan segala yang ada padanya, apa yang tampak dan tidak tampak yang ada dan tersimpan dalam dirinya. Demikianpun diri ini, menerima dengan segala kekurangan yang ada yang tersembunyi atau juga yang tampak. Bagiku dia adalah wanita yang sangat pantas untuk diperjuangkan untuk selalu berada disampingku dalam mengarungi samudera kehidupan ini dengan bahtera rumah tangga yang akan ku bangun bersama dia. Sementara diri ini bukanlah sosok yang istimewa yang mampu memberikan segala kemewahan serta menghadirkan cerita indah seperti dongeng. Namun sebaliknya hanya sosok anak rantau dari desa nan jauh di seberang lautan, di pulau sumatera, terlahir di tempat yang terpencil, jauh dari peradaban, gaptek akan teknologi serta tertinggal dalam kehidupan di era yang sangat modern ini. Bukan harta yang melimpah yang kuberikan untukku mempersuntingnya, bukan pula suatu prestise yang dapat dipertontonkan untuk dibanggakan kepada setiap mata yang memandang dan mulut yang bertanya tentang sosokku. Hanya ketiadaan dan kekurangan yang ada, disertai niat dan kesunggunhan serta keikhlasan hati yang mendorong diri ini untuk mengucapkan ikrar, pada akad nikah dihari yang telah ditentukan.
Jauh sebelum tiba hari yang telah ditentukan. Sekian lamanya kami menjalin hubungan spesial sebagai sepasang kekasih sebagaimana layaknya pemuda, dengan perjalanan yang tidak selalu indah namun sangat manis kami rasakan, jarak yang tidak menentu bahkan cenderung saling berjauhan membuat kami selalu diselimuti kecurigaan, baik yang berdasar atau bahkan tanpa dasar, disitu kami berusaha untuk selalu memegang kepercayaan sehingga tercipatalah satu sikap saling percaya. Teguhnya tekad yang kumiliki mendorongku sehingga berani meminta (menikahi) dari orang tuanya dengan mengutarakan janji suci yang akan aku lakukan atau pun sesuatu yang akan kuberikan dimasa yang akan datang. Alhamdulillah, gayung bersambut, niat baik yang ku utarakan mendapatkan ridho dari orang tuanya.
Kemudian timbullah kesepakatan dan kesepahaman bahwa atas niat tersebut harus segera diwujudkan dengan dasar yang legal, baik secara hukum islam maupun hukum ketatanegaraan yang berlaku. Dengan segala kemampuan yang ada, menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan, dengan segala kekurangannya, alhamdulillah semua berjalan dengan baik dan lancar tanpa ada halangan suatu apapun.
Kini kami telah sah menjadi sepasang Suami Istri, rasa bahagia yang tak bisa tergambar namun selalu kami rasakan hingga saat ini, dan kami terus berdoa semoga demikian seterusnya sepanjang hidup kami berdua. Namun hingga detik ini pula, belum juga aku mampu mempersembahkan sesuatu yang istimewa untuk dia, untuk perempuan yang istimewa bagiku, bahkan sesuatu yang sederhana sekalipun.
Meski demikian, tak berarti langkah ini terhenti, atau putus asa. Ikhtiar yang selalu ku lakukan untuk mewujudkan segala yang terbaik untuk saat ini, esok dan selamanya disertai doa yang tak kunjung henti memohon kepadaNya, semoga langkah ini penuh berkah serta dalam lindunganNya sehingga aku mampu menyematkan kebahagiaan untuk sang istri dan keluarga besar kami berdua.


# Untukmu wahai istriku, percayalah, bahwa sayang ini bagai lautan yang tak bertepi yang selalu ku persembahkan kepadamu.#
12 April 2017

Selasa, 29 November 2016

Tentangku dan Pekerjaanku Bersama Ibukota



Lebih dari satu bulan aku telah terbelit pemikiran yang cukup berkecamuk dalam otakku, kebingungan yang tak kunjung usai menghantui ketetapanku untuk memilih, kebimbangan dalam melangkah terus saja membayangiku dalam perjalanan untuk selanjutnya yang akan ku tempuh.
 
Hampir setiap hari semua itu selalu ada dalam fikiran, segala macam bentuk kemungkinan, semua masuk dalam fikiran. Baik buruknya semua menjadi bahan pertimbangan, termasuk masukan, kritik atau saran dari yang ada disekitar menjadi bahan pertimbangan, yang pada akhirnya semakin menambah bimbangnya sikap yang harus ku tentukan.

Bukan karena aku tidak menyukai atau aku membenci lingkungan yang ada disini ( di kantor ), bukan pula karena aku mendapatkan tempat lain yang seakan lebih (dalam hal pendapatan) dari tempat ini. Semua yang aku rasakan pada lingkungan kantor, berinteraksi pada semua pegawai kantor, semua terasa nyaman, aku mampu untuk beradaptasi, sehingga semua menjadikan nyaman dalam menjalaninya. Semakin berjalannya waktu, hari terus terlewati, semakin banyak yang ku kenal dan ku ketahui semakin pula menambah kenyamanan untuk terus menjalani aktivitas.

Itulah sebabnya kenapa kebimbangan ini semakin sulit untuk aku mengambil keputusan, karena memang semua yang telah ku jalani selama ini setidaknya aku mampu beradaptasi dan sidikit banyak telah memahami. Bandingkan jika aku harus pindah pada tempat lain (keluar dari kontor ini) pasti aku akan melangkah lagi dari awal, perkenalan, mencari tau, memahami segala sesuatu yang ada di tempat baru, dan itu pasti akan memakan waktu yang cukup banyak. Waktu yang seharusnya untuk mengenal lingkungan baru tersebut, mungkin bisa aku pakai untuk semakin memahami pada tempat kerja lamaku yang semua itu berorientasi pada masa depan. Semakin sulit untuk memutuskan langkah yang harus ku tempuh selanjutnya, sementara waktu terus berjalan, dan keberadaanku (waktu) disini akan semakin berkurang pula, sejalan dengan keadaan demikin, maka sebaiknya aku harus sesegera mungkin untuk menentukan sikap mengambil keputusan sebagai pijakan langkah selanjutnya.

Karena memang puncak dari semua kebimbangan belum juga memperoleh kesimpulan untuk membuatku menentukan segalanya dalam melangkah, maka kini aku hanya bisa tergenang dalam ketidakpastian, pasrahku atas ketidak berdayaan pada keadaan yang nyata yang ada dihadapan, selalu berharap kemungkinan-kemungkinan yang terbaik yang akan terjadi yang akan ku terima dikemudiannya. Namun segala sesuatunya masih selalu bersifat kemungkinan yang masih belum ku ketahui sampai detik ini tentang itu, mungkin aku akan mencoba untuk menetap, atau mungkin aku harus bergerak mencari tempat lain, atau mungkin aku harus mencari ditempat lain dengan mengambil langkah balik kanan kembali ke Jogja atau mungkin justru kembali ke tanah kelahiran Jambi, kota seberang di pulau Sumatera. Semua tiada yang bisa memastikan kecuali DIA yang Maha Menentukan.

Jakarta, 29 November 2016
Kalibata, Jakarta Selatan.

Rabu, 16 November 2016

Kerikil Kecil Anak Rantau



Sedang ku renungkan atas apa yang ku alami sekarang ini, dimana tentangku yang harus ku perbaiki, mengapa semua terasa tidak lagi menyenangkan, benarkah demikian adanya atau hanya sekedar hawa nafsu ambisi keduniaanku saja, atau kah mungkin aku sedang jadi korban keadaan yang begitu keras seakan membuat aku harus lumpuh tak berdaya hingga harus menjadi budak terlebih di perbudak. Tentang tanya yang hanya terngiang dan terus menghiasai fikiran tanpa mampu mndapat juga menemukan jawaban. Bukan karena aku sedang mengeluh atau meminta belas kasih dari siapa yang mengetahui atau mendengar desahan tentang permasalahan yang ada, hanya sedikit rintihan yang mungkin diriku sedang beradaptasi dengan keadaan.

Mencoba mengikuti alur perjalanan waktu yang ku rasakan dengan penuh liku dan terjal setiap langkahnya. Ingin rasanya berontak dan meronta namun tak kuasa. Air mata ini sudah tak kuasa lagi untuk melintas di pipi, entah karena telah mengering atau mungkin tak lagi tersisa. Semua hanya ada diangan, semua hanya bisa terbayangkan, tak mampu rasanya tubuh, raga ini untuk merasakannya. Sungguhpun demikian, bahwa hidup terus berjalan, waktu terus berlalu, maka tidak ada alasan untuk menghentikan langkah.

Merenungi keadaan, tentu ada baiknya, sebagai bahan mawas diri, introspeksi, juga untuk memulai kembali langkah selanjutnya. Apa dan bagaimana menentukan langkah, mengambil keputusan dan juga tindakan. Namun tidak terlarut pada segala kebimbangan yang sangat memprihatinkan.

Hingga tak sadar, bahwa malam telah larut, hingga kurasakan lelah dengan tiada tara, mata yang tak lagi mampu terbuka, seakan menuntut untuk di pejamkan walau sesaat, tangan dan kaki yang terasa sangat lemas, seakan tak memiliki daya untuk  bergerak, fikiranpun demikian, bagai rota yang tak lagi berputar, semua ingin terhenti, dengan segala keruwetan yang ada yang telah dihadapi. Mungkin sudah seharusnya menghentikan sejenak segalanya, biarkan semua kembali normal, untuk kembali berproses menghadapi hari esok yang masih menjadi misteri, apa yang akan terjadi dan dihadapi nanti.

Mentari masih seperti biasa, bersinar dari ufuk timur dengan cerah dan terasa panas menyentuh kulit. Beranjak siang semakin naik pula posisinya, dan semakin terasa menyengat pula di tubuh. Mungkin ia ingin menunjukkan kekonsistenannya dalam menjalani setiap roda waktu, tanpa ada keluhan. Meski terkadang mendung melintas di siang hari, bukan berarti sang mentari tak hadir kala itu, ia tetap ada, hanya saja mungkin ia tak menunjukkan dirinya, ia tak muncul secara langsung di permukaan, tapi bisa kita ketahui, bahwa keberadaannya adalah karena disiang hari, meski diselimuti mendung dan bahkan hujan pun ikut mengiringi, tapi setidaknya, tidak tampak gelap seperti malam hari, itu lah bukti bahwa matahari tetap ada.

Demikian juga denganku, masih dengan waktu yang sama meski hari telah berganti. Keadaan secara umum semua tampak sama. Tidak ada yang harus merubah atau di rubah. Bila ada sesuatu yang berbeda didalam diri, maka itu hanyalah sebagian kecil warna yang ada  pada pribadiku yang menghiasi hariku saat ini, bukan menjadi penghalang untuk aku melanjutkan aktifitas. Terus melangkah, terus berbuat tanpa harus mempertimbangkan apa yang sedang dirasakan, pada saatnya nanti, akan berubah yang mudah-mudahan menjadi lebih baik.

Secangkir kopi pagi mejelang siang, sebagaimana biasa, selalu tersaji siap untuk dinikmati dengan segala rasa, tentu ditemani sahabat yang selalu setia untuk terus bersama, sebungkus rokok berada disampingnya. Perlahan, satu tegukan hingga berkali kali aku meminum kopi, dan juga sebtang du batang rokok ku hisap, semakin aku menikmati waktu, keadaan yang ada yang sedang ku rasakan. Semangat kembali muncul, fikiran mulai membuka dan terasa freshh untuk ku ajak bekerja. Normalisasi kembali terjadi.

Sedikit permasalahan mulai ku cerna perlahan lahan dalam fikiran. Apa dan bagaimana, nanti, esok, lusa bahkan yang akan datang, baik buruk jangka menengah dan jangka panjang, sikap dan tindakan yang seperti apa yang seharusnya aku tentukan. Semua terpetakan secara pelan, sistematis dan mulai menuju sasaran dengan baik. Hati yang begitu gelisah kini mulai memudar, semua bagai benang yang kusut kini mulai terurai secara teratur dan tertata rapi dalam benak fikiran.

Mungkin semuanya karena memang aku terlalu jauh dariNya, semua ku lakukan tanpa mengingat bahwa segala sesuatu, tentu tak lepas dari kehendakNya. Mulailah hati ini merasa tenang, stabil, emosi terkendali dan semua kembali normal. Semua energi mulai terkumpul, ikhlas pada kenyataan, siap berjuang kembali untuk segala kemungkinan kemungkinan yang akan kuhadapi dan ku dapatkan di kemudian hari yang pada akhirnya berbuah kesuksesan. Jangan sampai kalah terlebih mundur hanya karena permasalahan yang mungkin itu menjadi krikil kecil yang harus di lewati dalam meraih cita cita. Terus bergerak melangkah menuju hari esok yang lebih baik dan masa depan yang lebih jaya.